Dalam
Artikel Ali Khomsan yakni “BLT Versus
Pelayanan Publik” disini membahas mengenai program pemerintah yang manakah yang
perlu diperhatikan, apakah program BLT yang telah dilakukan pemerintah telah
tepat dalam mengatasi masalah rakyat, atau malah hanya sebagai meninabobokan
rakyat. Belum lagi kondisi pelayanan public yang masih belum memenuhi standar
juga memiliki kepentingan yang sama untuk diperbaiki dalam memenuhi keinginan masyarakat. Dalam hal
inilah muncul permasalahan mengenai program BLT serta perbaikan dalam pelayanan public di dalam masyarakat.
Bantuan Langsung Tunai
(BLT) adalah sebuah program kompensasi
untuk kelompok miskin ketika terjadi sebuah guncangan ekonomi yang bisa
mempengaruhi kesejahteraan kelompok itu. Di Indonesia, BLT diberikan saat
terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang akan mempengaruhi
harga-harga secara umum.
Dalam hal ini BLT dianggap tidak
signifikan dalam mengatasi masalah rakyat dalam menghadapi pasca kenaikan harga
BBM. Hal ini disebabkan pemberian BLT senilai Rp 100.000 per bulan ibarat
memberikan ikan kepada sekelompok orang kelaparan. Karena dana yang di berikan
bisa saja habis begitu saja dan tidak menyisakan bekas sedikitpun. Fungsi BLT disina adalah untuk menjaga tingkat
konsumsi kelompok termiskin yang umumnya tidak punya mekanisme lain seperti
tabungan atau akses ke pinjaman untuk menjaga tingkat konsumsi, ketika
guncangan ekonomi terjadi Apabila BLT nilainya
besar dan merata serta kontinu, bisa menjadi “aspirin” atas dampak kenaikan
BBM. Meskipun secara sosial-kultural instrument BLT ini jauh dari edukasi
kemandirian. Namun, dengan skenario BLT sebesar 100 ribu/bulan, ditambah minyak
goreng dan gula, kebijakan ini tidak akan mampu sebagai “aspirin” karena
kenaikan beban ikutan akan lebih tinggi dari nilai kompensasi BLT. Belum lagi,
potensi keresahan sosial bisa muncul kembali akibat distribusi BLT yang tidak
tepat sasaran.
. Maka
dari itu, yang di perlukan masyarakat saat ini adalah terbukanya lapangan kerja
yang akan menjamin penghasilan dan mendongkrak daya beli rakyat. Selain itu
pula, pemberian BLT senilai Rp 100.000 tidak cukup signifikan untuk mencegah
orang jatuh ke dalam jurang kemiskinan. Akan tetapi, lebih signifikan bila
pemerintah memperhatikan segala aspek pelayanan public yang di akses oleh
masyarakat, seperti halnya pada pelayanan kesehatan dan pendidikan secara
gratis atau merancang program padat karya untuk memperbaiki sarana transportasi
yang hancur. Hal ini bertujuan untuk mencapai tingkat kualitas layanan yang sesuai dengan tuntutan, harapan dan
kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat akan merasa puas serta tidak mengeluh.
Hal serupa dikemukakan Oliver
(dalam Supranto, 2001: 233) bahwa : Kepuasan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya.
Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang
dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan
kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas. Sedangkan bila
kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat
dibentuk dari pengalaman masa lalu, komentar dri kerabatnya serta janji dan
informasi pemasar dan saingannya.
Merujuk pada pemikiran di atas maka kualitas pelayanan kepada
masyarakat yang baik mempunyai variabel; keandalan, jaminan, bukti langsung,
mutu, kecepatan, kepuasan masyarakat, kepercayaan terhadap pemerintah.diharapkan
seluruh unsur pelayanan yang diterima sedikitpun tidak menimbulkan keluhan bagi
masyarakat yang dilayani serta masyarakat merasa puas.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan
kepada masyarakat adalah budaya kerja melalui dimensi sikap, perilaku yang akan
memberikan harapan dan kepuasan kepada masyarakat dari hasil proses pelayanan
yang mereka terima dari aparat pemerintah. Dengan memahami pendekatan
teori-teori di atas, diharapkan bukan hanya pemberian
BLT yang berlangsung sesaat dan hanya memberikan manfaat sesaat juga. Tapi
lebih dari itu. Seharusnya pemerintah memberikan penyelesaian berbagai masalah
ekonomi masyarakat miskin yang berorientasi pada masa yang akan datang. Pemerintah harus mampu menciptakan
terobosan melalui berbagai kebijakan ekonomi (perbaikan pada sektor bisnis,
investasi dan perpajakan) dan kebijakan publik (perbaikan di bidang pelayanan,
keamanan dan prasarana). Memang tidak bisa dipungkiri bahwa pemberian BLT
tersebut memberikan angin ’’surga’’ sebentar kepada segelintir masyarakat.
Kesimpulannya adalah di lapangan program BLT banyak
yang tidak tepat sasaran dan harus di kelola dengan lebih baik lagi. Menurut
pandangan yang saya hipotesiskan seandainya BBM naik. Tentu dampak sosial untuk
masyarakat kelas bawah akan sangat besar, jumlah rakyat miskin tentu akan makin
bertambah, lalu kemudian tingkat kejahatan pasti akan juga ikut meningkat.
Kemudian siapa yang akan dirugikan? Tentu kita semua.
Bagi
saya solusi yang mungkin tepat, adalah dengan tidak menaikkan BBM, kemudian
memperbaiki fasilitas publik hingga mampu membuat masyarakat beralih dari
penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Lalu kemudian, membuat mahal
pajak kendaraan pribadi, hingga nanti akan berdampak pengurangan konsumsi
penggunaan bahan bakar minyak. Untuk program BLT, boleh-boleh saja apabila
program ini masih tetap dilanjutkan ketika terjadi
guncangan ekonomi (BBM naik atau bencana alam ex: letusan gunung merapi)
asalkan system pendataan rakyat miskin lebih diperhatikan kembali sehingga bisa
dijalankan tanpa adanya pihak-pihak yang merasa dirugikan.
0 Silakan ngoceh.. ^.^ Makasih udah mampir ke sini.:
Posting Komentar