Gonjang Ganjing Moral Administrator




Keadaan masyarakat yang semakin berkembang, membuat tuntutan akan pelayanan semakin lama semakin berkembang pula. Kondisi demikian menuntut para admistrator publik harus dapat memainkan peranan yang penting. Administrator publik menjadi serius untuk dibicarakan ketika apa yang dilakukannya itu banyak menyentuh ruang publik, yakni khususnya pada pelayanan publik. Pelayanan publik menjadi ramai diperbincangkan karena pelayanan publik merupakan salah satu variabel yang menjadi ukuran administrator publik. Apabila pelayanan publik yang dilakukan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka administrator dapat dikatakan tidak berhasil dalam menjalankan tugasnya, begitu sebaliknya.
Administrator publik seringkali menjadi cenderung untuk salah melangkah karena kekakuannya untuk hanya mengikuti dari peraturan yang ada. Terdapat kritik yang tajam yang dialamatkan terutama terhadap kinerja para aparatur birokrasi atau administrator publik yang dianggap kurang mampu mengakomodasikan pandangan-pandangan dan isu-isu baru yang berkembang dalam masyarakat. Selain itu, kurangnya kemampuan administrator dalam bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, tanggap terhadap segala aspirasi rakyat,  serta tidak adanya kemampuan dalam mengelola sistem administrasi negara.
Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan administrator di Indonesia jika ditinjau historisnya tidak terlepas dari adanya masa kolonial dan masa feodal. Pola perilaku birokrat warisan masa kolonial dan feodal yang mempengaruhi birokrasi adalah “pejabat menempatkan diri sebagai raja”. Pejabat birokrasi pemerintah adalah menganggap sentra dari penyelesaian urusan masyarakat, rakyat sangat tergantung pada pejabat, bukannya pejabat yang tergantung pada rakyat. Pelayanan kepada rakyat bukan ditetapkan pada pertimbangan utama melainkan pada pertimbangan yang kesekian. Sungguh ironis, mengingat kondisi pemerintah kian bobrok akan moral dan etika yang dimiliki oleh para administrator publik.
Maraknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, penyelewengan kekuasaan serta wewenang telah menunjukkan bahwasannya etika para aparatur pemerintah telah kian memburuk. Mengingat telah banyak kasus yang disajikan dari berbagai media yakni  misalnya mengenai tindak suap menyuap dari kasus Nazaruddin yang belum lama ini hangat diperbincangkan oleh masyarakat luas. Belum lagi bila dikaitkan dengan kualitas pelayanan yang bermutu rendah, serta pelayanan yang berbelit-belit dengan alasan sesuai prosedur, banyaknya biaya pungutan, dan waktu yang sangat lama, sehingga pelayanan yang diberikan cenderung tidak efektif dan efisien.
Keadaan yang demikian membuat masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik menjadi tidak terpuaskan, sehingga masyarakat enggan mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan birokrasi pemerintah. Selanjtnya masyarakat mencari jalan pintas denga cara melanggar peraturan yang ada, di sinilah proses KKN dimulai. Pelayanan menjadi komoditas yang diperjual belikan oleh aparatur untuk memperkaya dirinya, terjadi tawar menawar dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat yang seharusnya sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
Seperti inikah, moral para administrator kita? Seorang administrator yang kita harapkan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat sebagai pelayan publik justru merampas hak-hak masyarakat. Patutkah kita ikut berbangga dengan sejumlah prestasi yang diraih oleh aparatur birokrasi kita? Tidak, tentu saja tidak, sungguh memalukan bukan, bila hal ini terus berlarut-larut dalam dunia birokrasi kita.
Lalu, moral yang seperti apakah yang kita harapkan dari sosok administrator dalam pelayanan publik ?
Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang ialah eksistensi moral. Seorang administrator yang baik harus memiliki sifat-sifat berani, sederhana, mempunyai kebanggaan, kejujuran, keramahan atau kecerdasan sebagai pola perilaku yang harmonis. Ini sangat penting karena ia menjadi cerminan masyarakat dan berhubungan dengan masyarakat luas.
Untuk menjalankan fungsi sebagai administrator publik yang tidak hanya sebagai implementor tetapi juga sebagai formulator kebijakan, administrator harus mengetahui peran dan fungsinya secara tepat. Pertanggungjawaban seorang administrator adalah untuk kepentingan publik, maka pelayanan publik yang dilakukan haruslah akuntabel, responsif dan efisien. Pengertian akuntabel disini berarti bahwa suatu pelayanan publik itu benar dan sesuai dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berkembang pada masyarakat. Artinya, suatu pelayanan itu dilihat dari puas atau tidaknya masyarakat yang dilayani dan kesesuaian dengan apa yang mereka inginkan.
Setiap pejabat hendaknya memiliki landasan yang pasti dalam bertindak atau mengambil keputusan, hal ini bertujuan agar proses administrasi dan pelayanan publik dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan setiap warga dan interaksi antara para pejabat dengan masyarakat umum dapat terbina secara harmonis tanpa adanya ketimpangan sosial.
Seorang administrator harus mengabdi kepada kepentingan umum, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, disamping harus memenuhi persyaratan teknis seperti kemampuan mengambil keputusan, wawasan ke depan atau kemahiran manajemen, mereka harus mempunyai landasan normatif yang terkandung dalam nilai-nilai moral.
Berdasarkan TAP MPR no VI tahun 2001 pada Etika politik dan Pemerintahan,  Etika politik dan pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa.
Etika Politik dan Pemerintahan mengandung bahwa seorang administrator haruslah bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Akhirnya perlu ditegaskan, bahwasannya administrator dalam pelayanan publik haruslah memiliki etika dan moral yang tinggi terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini tidak lain bertujuan agar pencitraan para administrator tidak di pandang sebelah mata bagi kalangan masyarakat. Ingatlah adanya administrator yang hebat akan terdapat administrasi sehat. Dengan begitu akan dipastikan gonjang-ganjing terhadap moral administrator tidak akan diragukan lagi oleh masyarakat. 


up