“Upaya Pemerintah Meningkatkan Penerimaan Negara dari Sektor Pajak”

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang
Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi dan naiknya harga barang-barang serta  melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serta turunnya daya beli masyarakat telah menjadi masalah yang sangat rumit yang harus diselesaikan oleh pemerintah.
Untuk tetap dapat bertahan dan memperbaiki kondisi yang ada, pemerintah harus mengupayakan semua potensi penerimaan yang ada. Pada saat ini tengah digali berbagai macam potensi untuk meningkatkan penerimaan negara, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun seiring dengan berkembangnya kemampuan analisis para praktisi ekonomi yang menyatakan bahwa mengandalkan pinjaman dari luar negeri sebagai salah satu sumber penerimaan negara hanya akan menjadi bumerang dikemudian hari, potensi penerimaan dari luar negeri akan semakin dikurangi.
Berdasarkan hal tersebut maka Indonesia akan berusaha untuk lebih meningkatkan potensi penerimaan negara dari dalam negeri, dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara.
Pajak merupakan sumber pendapatan utama setiap negara di dunia. Tentu keberadaan pajak sangat penting dalam pelaksanaan fungsi negara dan pemerintahan. Di negara-negara maju dan berkembang, sebagian potensi pendapatan negara melalui pajak itu sudah dimanfaatkan bagi keperluan peningkatan kemampuan inovasi dan teknologi badan usaha dan industri nasional mereka. Sebagaimana dimaklumi, pajak berfungsi dalam pembiayaan (budgeter) pembangunan, terutama untuk keperluan pengeluaran rutin seperti belanja pegawai, barang, termasuk pemeliharaannya.
Dengan pajak, roda pembangunan dapat berjalan dan membuka kesempatan kerja. Dalam hal ini pajak juga berfungsi sebagai pendistribusi pendapatan masyarakat. Dengan pajak, suatu pemerintahan juga dapat menjalankan kebijakan terkait dengan stabilitasi harga sehingga tingkat inflasi dapat tetap dijaga. Stabilitasi dilakukan dengan mengatur peredaran uang, yang dilakukan melalui pemungutan pajak dan dengan pemanfaatannya secara efektif dan efisien.
Penerimaan pajak dapat diartikan sebagai penerimaan pemerintah yang dalam arti seluas-luasnya adalah mulai dari penerimaan dalam dan luar negeri. Penerimaan pajak dipandang sebagai bagian yang sangat penting dalam penerimaan negara, karena disamping cepat dan rendah biayanya, pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat besar potensinya. Sistem pemungutan pajak suatu negara baik Self Assessment maupun Official Assessment sangat berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan dana kepemerintahan tersebut.
Dalam sistem penerimaan negara, pajak mempunyai dua fungsi yang melekat dalam sistem perpajakan yaitu :
1.      Fungsi budgetair, yaitu fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas negara untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Fungsi ini pada hakekatnya merupakan fungsi utama sebagaimana batasan yang diberikan para ahli. Pada beberapa negara berkembang terlihat indikasi kuat bahwa penggunaan dana yang diperoleh melalui pajak tidak hanya diperuntukan bagi penyelenggaraan pemerintahaan. Oleh karena itu maka sasaran utama dalam pemungutan pajak adalah penerimaan kas negara.
2.      Fungsi mengatur, dimana dengan fungsi ini diharapkan sistem perpajakan yang diterapkan tidak akan menimbulkan pertentangan dengan kebijaksanaan negara dalam bidang ekonomi dan sosial. Pajak digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu dan bila perlu merubah susunan pendapatan dan kekayaan negara.

1.2  Rumusan Masalah
       Dalam rumusan masalah ini, yang ingin diketahui penulis adalah:
1.      Upaya-upaya apa yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan APBN ?
2.      Apakah Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)  mengalami peningkatan ?

1.3  Tujuan
1. Menguraikan upaya-upaya apa yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk   meningkatkan penerimaan tahun 2005, 2006 dan 2007.

1.4  Manfaat
1.  Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan informasi pelengkap atau masukan sekaligus pertimbangan bagi pihak-pihak yang berwenang yang berhubungan dengan penelitian ini dalam penetapan kebijakan pada pelaksanaan atau penggunaan suatu sistem pemungutan yang diterapkan pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)  untuk dapat mengoptimalkan penerimaan pajak negara.
2.  Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai tambahan informasi dan masukan untuk membantu memberikan gambaran yang lebih jelas bagi para peneliti yang ingin melakukan penelitian mengenai perpajakan secara umum dan juga mengenai penerapan sistem self assessment terhadap Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).



BAB II
LANDASAN TEORI
A. DASAR-DASAR PERPAJAKAN
2.A.1 Pengertian pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2.A.2 Pengelompokan pajak
   2.1 Pengelompokan Pajak Menurut Golongannya ( Mardiasmo, 2003: 5 ).
a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak       lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan ( PPh ).
b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan   kepihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ).

    2.2 Pengelompokan Pajak Menurut Sifatnya ( Mardiasmo, 2003 : 5 ).
a. Pajak Subyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya       dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
b. Pajak Obyektif  adalah pajak yang berpangkal pada obyeknya tanpa memperhatikan  keadaan diri wajib pajak.

    2.3 Pengelompokan Pajak Menurut Pemungutannya ( Mardiasmo, 2003 : 6 ).
a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : PPh, PBB.
b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak Reklame.
2.A.3 Fungsi pajak
Fungsi pajak menurut Rahmad Soemitro dalam bukunya yang berjudul “ Pajak dan Pembangunan “ ada dua, yaitu :
    3.1. Fungsi sumber keuangan negara ( budgetair )
Dalam fungsi ini pungutan pajak bertujuan untuk memasukkan uang sebanyak – banyaknya kedalam kas negara yang pada waktunya akan digunakan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara baik untuk pengeluaran rutin dalam melaksanakan mekanisme pemerintahan maupun pengeluaran untuk membiayai pembangunan.

     3.2. Fungsi mengatur ( regularend )
Pada lapangan perekonomian, pengaturan pajak memberikan dorongan kepada pengusaha untuk memperbesar produksinya, dapat juga memberikan keringanan atau pembesaran pajak pada para penabung dengan maksud menarik uang dari masyarakat dan mengeluarkannya antara lain kesektor produktif. Dengan adanya industri baru maka dapat menampung tenaga kerja yang lebih baik, sehingga pengangguran berkurang dan pemerataan pendapatan akan dapat terlaksana untuk mencapai keadilan sosial ekonomi dalam masyarakat.

B. PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
2.B.1 Pengertian Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap :
1.      penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
2.      impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.

      Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun fihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir berbarengan dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.

2.B.2 Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM
Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
1.      perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah;
2.      perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;
3.      perlu untuk mengamankan penerimaan negara;

2.B.3 Pengertian BKP Mewah
1.      bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
2.      barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
3.      pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
4.      barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
5.      apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.

2.B.4 Pengertian Menghasilkan
PPnBM dikenakan pada saat Pengusaha yang menghasilan BKP Mewah menyerahkan kepada fihak lain. Termasuk dalam pengertian menghasilkan adalah sebagai berikut ;
1.      merakit : menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, perabot rumah tangga, dan sebagainya;
2.      memasak : mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur bahan lain atau tidak;
3.      mencampur : mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain;
4.      mengemas : menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda yang melindunginya dari kerusakan dan atau untuk meningkatkan pemasarannya;
5.      membotolkan : memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu;

2.B.5 Tarif, Kelompok dan Jenis BKP Mewah
Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang PPN, ditentukan :
1.      Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
2.      Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).
3.      Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
4.      Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.”

Peraturan Pemerintah yang mengatur pengelompokan BKP yang tergolong mewah ini adalah PP Nomor 145 Tahun 2000 yang kemudian mengalami beberapa perubahan dengan PP Nomor 60Tahun 2001, PP Nomor 7 Tahun 2002, PP Nomor 6 Tahun 2003, PP Nomor 43 Tahun 2003, PP Nomor 55 Tahun 2004, PP Nomor 41 Tahun 2005 dan PP Nomor 12 Tahun 2006.
Adapun Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur jenis barang yang dikenakan PPnBM adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 570/KMK.04/2000, 381/KMK.03/2001, 141/KMK.03/2002, 39/KMK.03/2003 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004.




BAB III
PEMBAHASAN
a.      Pajak
Pemerintah menegaskan akan tetap memprioritaskan sektor pajak sebagai tulang punggung penerimaan negara sesuai dengan imbauan Presiden SBY, karena pajak merupakan harapan terbesar bagi penerimaan negara kita dewasa ini tercatat lebih 70% penerimaan dalam APBN berasal dari berbagai jenis pajak. Pungutan pajak dapat kita jumpai hampir di setiap negara di dunia. Ada beberapa istilah tersendiri atas pungutan yang di Indonesia dikenal dengan pajak, yaitu belasting, tax, tariff, steuer, abgabe, gebuhr dan sebagainya, yang pasti melalui pajak, negara mengharapkan adanya penerimaan.
Sering kita dengar ada beberapa jenis pajak – pajak yang ada di Indonesia diantaranya:
       1.Pajak Penghasilan (PPh)
       2.Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
       3.Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
       4.Bea Meterai
       5.Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
       6.Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
b.      Upaya Pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara
Upaya pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak kali ini dilakukan melalui reformasi tata cara dan administrasi perpajakan yang pada prinsipnya bertujuan sebagai berikut. Pertama, meningkatkan kepastian hukum bagi wajib pajak. Kedua, meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Ketiga, menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkeadilan agar antar wajib pajak satu dengan wajib pajak lainnya tidak ada yang merasa dirugikan. Keempat, meningkatkan pelayanan perpajakan melalui peningkatan kualitas aparatur atau SDM (sumber daya manusia) perpajakan dan melalui pemanfaatan kemajuan tekhnologi informasi (TI). Dan, kelima, tentu saja merupakan upaya untuk meningkatkan pendapatan negara.
Hal-hal tersebut di atas jelas akan menjadi andalan reformasi perpajakan dari pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari wajib pajak. Walau, keberhasilan dari usaha tersebut kembali akan tergantung kepada moral para wajib pajak dan moral para aparat perpajakan itu sendiri yang selama ini disinyalir masih banyak yang "bermain mata" dengan para wajib pajak besar potensial, yang seringkali mencari celah untuk meringankan pajak yang harus mereka bayar.
c.       Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
PPnBM merupakan pajak yang kurang populer di masyarakat umum hal itu bisa disebabkan karena karakter dari PPnBM itu sendiri merupakan pungutan tambahan disamping PPN dan hanya dipungut satu kali yaitu saat import dan penyerahan oleh Pengusahaan Kena Pajak (PKP) pabrikan. Yang selanjutnya tidak ada mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan PPnBM oleh distributor akan dimasukkan ke harga pokok barang kena pajak yang tergolong mewah.
Maka tidak heran ada beberapa konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut tidak mengetahui tentang PPnBM karena dari pihak Direktorat Jenderal Pajak hanya mengsosialisasikan PPnBM ke importir dan BKP pabrikan.
Salah satu kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah adalah barang elektronika. Barang elektronika yang dikenakan PPnBM antara lain TV diatas 21’, air conditioner (AC), radio cassette, mesin cuci, alat perekam, alat fotografi, dan lain lain.  Di masyarakat sendiri barang elektronik merupakan barang yang paling cepat mengalami reposisi, yaitu dari barang mewah ke barang yang banyak dikonsumsi hampir semua lapisan masyarakat.

d.       Penerimaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebagai upaya meningkatkan APBN
Penerimaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ternyata dapat meningkatkan penerimaan negara. Hal ini dikarenakan karena PPnBM mengandung dua unsur pajak, yaitu fungsi budgetair/finansial dan fungsi regulerend/mengatur. Dalam Fungsi budgetair/finansial, PPnBM telah terbukti memberikan sumbangsih yang cukup besar kepada pendapatan negara, sedangkan dalam fungsi regulerend atau mengatur, pemberlakuan PPnBM memiliki makna pemerataan dan membawa rasa keadilan di tengah masyarakat, kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi diharapkan berperan lebih besar mendanai pembangunan di Indonesia. Penerapan PPnBM pada tarif tinggi dapat mengatur kegiatan dan gaya hidup masyarakat ke arah yang lebih efisien dan hemat.
Hambatan yang dialami oleh pemerintah dalam memungut PPnBM : Kurangnya kesadaran masyarakat dalam hal membayar pajak. Banyaknya barang-barang mewah yang masuk secara ilegal. Daya beli masyarakat yang berkurang terhadap barang mewah akibat inflasi. Terjadi pemalsuan dokumen kepabeanan, yang sebenarnya termasuk dalam golongan barang mewah ditulis di dokumen jalan sebagai barang non mewah.
Dalam menghadapi hambatan yang ada, pemerintah telah melakukan berbagai upaya Dilakukan penyuluhan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat mengenai fungsi dan manfaat pajak bagi kelangsungan hidup bernegara dan kelancaran akan jalannya pembangunan bangsa, diberlakukannya sunset policy. Memperketat jalur perdagangan (baik darat maupun wilayah laut dan udara Indonesia) yang dilakukan oleh Dirjen bea dan cukai juga dibantu oleh Tentara Nasional Indonesia. Dibentuk tim gabungan antara Dirjen bea dan cukai dengan Departemen Luar Negeri. Pemeriksaan sistem pengiriman barang (kargo) dibandara semakin diperketat. Memperbaiki system perekonomian makro Indonesia dengan menekan inflasi yang terjadi,dengan cara memberlakukan: kebijakan Moneter, Kebijakan Fiskal, Kebijakan Non-Moneter Pemeriksaan yang lebih teliti terhadap dokumen-dokumen barang impor yang masuk Indonesia.

e.       Peningkatan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)  pada tahun 2005, 2006 dan 2007

Penerimaan PPN dan PPnBM tumbuh rata-rata sebesar 23,5 persen dalam tiga tahun terakhir yaitu dari Rp101,3 triliun tahun 2005 menjadi Rp154,5 triliun tahun 2007. Dalam kurun waktu yang sama, penerimaan PPN dan PPnBM merupakan kontributor terbesar kedua terhadap penerimaan perpajakan dengan kontribusi ratarata sebesar 30,3 persen. Tingginya realisasi PPN dan PPnBM tersebut disebabkan membaiknya kondisi perekonomian nasional terutama besaran konsumsi akhir masyarakat (final demand) yang mendorong peningkatan transaksi bisnis. Khusus untuk PPnBM, realisasi penerimaannya secara langsung dipengaruhi baik oleh volume transaksi (penyerahan) dalam negeri, maupun volume dan harga produk barang-barang impor.

Selain itu terjadi juga peningkatan perkembangan penerimaan negara dari pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) pada tahun 2009,

          Penerima PPh dan PPnBM pada periode Januari s.d Juni 2009 sebesar Rp. 217.447,04 miliar atau mengalami pertumbuhan sebesar 0,31% Jika dibandingkan dengan penerimaan PPh dan PPN/PPnBM periode yang sama pada tahun 2008 sebesar Rp. 216.784,17 miliar.

Di atas merupakan salah satu bukti bahwa penerimaan PPh dan PPN/PPnBM telah mengalami peningkatan setiap tahunnya.



BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Tidak dapat dipungkiri jika pajak merupakan sumber pendapatan utama setiap negara di dunia. Tentu keberadaan pajak sangat penting dalam pelaksanaan fungsi negara dan pemerintahan. Di negara-negara maju dan berkembang, sebagian potensi pendapatan negara melalui pajak itu sudah dimanfaatkan bagi keperluan peningkatan kemampuan inovasi dan teknologi badan usaha dan industri nasional mereka. Sebagaimana dimaklumi, pajak berfungsi dalam pembiayaan (budgeter) pembangunan, terutama untuk keperluan pengeluaran rutin seperti belanja pegawai, barang, termasuk pemeliharaannya.
Dengan pajak, roda pembangunan dapat berjalan dan membuka kesempatan kerja. Dalam hal ini pajak juga berfungsi sebagai pendistribusi pendapatan masyarakat. Dengan pajak, suatu pemerintahan juga dapat menjalankan kebijakan terkait dengan stabilitasi harga sehingga tingkat inflasi dapat tetap dijaga. Stabilitasi dilakukan dengan mengatur peredaran uang, yang dilakukan melalui pemungutan pajak dan dengan pemanfaatannya secara efektif dan efisien.
Penerimaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ternyata dapat meningkatkan penerimaan negara. Hal ini dikarenakan karena PPnBM mengandung dua unsur pajak, yaitu fungsi budgetair/finansial dan fungsi regulerend/mengatur. Dalam Fungsi budgetair/finansial, PPnBM telah terbukti memberikan sumbangsih yang cukup besar kepada pendapatan negara, sedangkan dalam fungsi regulerend atau mengatur, pemberlakuan PPnBM memiliki makna pemerataan dan membawa rasa keadilan di tengah masyarakat, kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi diharapkan berperan lebih besar mendanai pembangunan di Indonesia. Penerapan PPnBM pada tarif tinggi dapat mengatur kegiatan dan gaya hidup masyarakat ke arah yang lebih efisien dan hemat.
Walau, harus diakui bahwa hal-hal ini masih menemui banyak kendala dan masih sulit untuk dilaksanakan oleh oknum aparat perpajakan kita sebab biasanya masih ada pihak-pihak tertentu yang sengaja memancing di air keruh, memakai kesempatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan kerugian di pihak negara. Selain itu, mengejar wajib pajak potensial kelas kakap sangat sulit dilakukan karena biasanya mereka sangat dekat dengan kekuasaan, hingga terkesan sangat sulit untuk disentuh tangan-tangan aparat pajak kita.

DAFTAR PUSTAKA

”Perbedaan Organisasi Publik dan Organisasi Privat”


A.  Organisasi Publik
                  a.       Pengertian
Istilah publik berasal dari bahasa Latin “of  people” (yang berkenaan  dengan masyarakat).  Sasaran organisasi publik ditujukan kepada masyarakat umum.
Organisasi publik adalah tipe organisasi yang bertujuan menghasilkan pelayanan kepada masyarakat, tanpa membedakan status dan kedudukannya.

b.      Lingkungan Organisasi
Lingkungan dalam organisasi publik :
·         Lingkungan otorisasi, artinya untuk melakukan sesuatu, organisasi publik terlebih dahulu harus mendapat izin atau legalitas.
·         Sumber pendanaan dan wewenang diperoleh melalui lingkungan otorisasi tersebut. Misal, dalam pengajuan anggaran kepada DPR, untuk mendapat pengabsahan atas suatu rencana kegiatan pemerintah. Ini merupakan dasar bagi organisasi publik untuk membangun kapasitas organisasi dan kemampuan operasionalnya.
·         Proses penciptaan nilai dalam organisasi publik, bukan didasarkan pada hukum penawaran dan permintaan pasar, melainkan melalui proses birokratis, yaitu izin dari lingkungan otorisasi.

     B.     Orgnisasi Privat
a.       Pengertian
Istilah privat berasal dari bahasa Latin “set apart” (yang terpisah). Sasaran organisasi publik ditujukan  pada hal – hal yang ‘terpisah’ dari masyarakat secara umum.
Organisasi privat atau bisnis adalah organisasi yang ditujukan untuk menyediakan barang dan jasa kepada konsumen, yang dibedakan dari kemampuanya membayar barang dan jasa tersebut sesuai dengan hukum pasar.


b.      Lingkungan Organisasi
Lingkungan dalam organisasi privat :
·      Lingkungan otorisasi, misal dewan komisaris atau rapat umum pemegang saham yang menentukan pendanaan dan batas – batas wewenang perusahaan. Akan tetapi, tentu saja lingkungan otorisasi pada organisasi privat tidak sekompleks organisasi publik.
·      Proses penciptaan nilai dalam organisasi privat, menitikberatkan proses pengambilan keputusan pada naik-turunya permintaan pasar, sehingga pengambilan keputusan biasanya berlangsung lebih cepat. 

 Tabel perbandingan organisasi publik dan privat secara umum

No
Organisasi Publik
Organisasi Privat
1.
Tujuan
laba
non laba
2.
Produk yang dihasilkan
Publics goods
Privat goods
3.
Cara pengambilan keputusan
demokratis
Strategis bisnis
4.
Ukuran kinerja
Social welfare
efisiensi
5.
Misi organisasi
“melakukan kebaikan”
“untung rugi”



      Ciri – Ciri Organisasi Publik dan Privat
            Sekedar perbandingan, kita dapat melihat pendapat Baber mengenai perbadaan organisasi publik dan privat.
1.      Organisasi Publik tugasnya lebih kompleks dan ambigu.
2.      Organisasi Publik lebih banyak menghadapi masalah dalam implementasi keputusan.
3.      Organisasi Publik memperkerjakan lebih banyak pegawai dengan motivasi beragam.
4.      Organisasi Publik lebih memperhatikan bagaimana mengamankan peluang/kapasitas yang ada.
5.      Organisasi Publik lebih memperhatikan usaha kompensasi kegagalan pasar.
6.      Organisasi Publik lebih banyak kegiatan dengan signifikan simbolis lebih besar.
7.      Organisasi Publik memegang standar lebih ketat dalam komitmen dan legalitas.
8.      Organisasi Publik lebih fokus menjawab ketidakadilan.
9.      Organisasi Publik beroperasi untuk kepentingan publik
10.  Organisasi Publik harus menjaga dukungan minimal masyarakat dalam tingkatan.
“Tipe – tipe Organisasi Publik”



Tujuan
Jelas
Tidak Jelas

Hubungan kausal
Pasti
Tidak Pasti
A: Efisiensi Ekonomi
B: Kriteria Judgmental
C: Legitimasi Kelembagaan
D: Legitimasi Kelembagaan

Menurut Sorensen (dalam Elliassen dan Kooiman, 1993:225-6), organisasi publik terbagi dalam empat kategori.
Organisasi publik kategori A adalah organisasi – organisasi publik yang memiliki berbagai tujuan yang terdefinisi secara jelas serta hubungan sebab-akibat yang diketahui dengan pasti dalam memproduksi public goods yang ditugaskan kepadanya. Tipe ini biasanya kita temukan pada perusahaan – perusahaan milik negara.
Organisasi publik kategori B adalah organisasi-organisasi publik dimana tujuan – tujuan yang harus dicapai cukup jelas, tetapi hubungan sebab-akibat dalam proses operasional tidak diketahui dengan pasti. Untuk organisasi publik semacam ini, kita tidak bisa menerapkan ukuran – ukuran kinerja yang semata – mata bersifat ekonomis. Biasanya penilaian kinerja dilakukan melalui pendapat para ahli.
Organisasi publik kategori C adalah organisasi- organisasi publik diman tujuan-tujuan organisasi tidak secara jelas bisa didefinisikan , tetai hubungan sebab akibat dalam kegiatan operasional organisasi dapat ditentukan secara pasti.
Organisasi publik kategori D adalah organisasi-organisasi publik dimana baik tujuan – tujuan organisasi maupun hubungan sebab-akibat operasionalnya tidak dapat ditentukan secara jelas. Di sini tercakup badan-badan pemerintah seperti departemen-departemen, kepolisian, tentara, dan lain lain. Untuk kedua tipe ini, kita tidak bisa menerapkan ukuran –ukuran ekonomis maupun judgmental, melainkan legitimasi kelembagaan.



“Pergeseran Paradigma Administrasi Publik”

Untuk menjawab kelemahan – kelemahan  organisasi publik, dewasa ini setidaknya ada dua paradigma yang bersaiang untuk menggatikan tipe organisasi publik lama, atau sering juga disebut Old Public Administration (OPA).  Pertama adalah model organisasi publik yang disebut New Public Management (NPM), yaitu kelompok pemikiran yang menitikberatkan pada perbaikan manajerial dalam tubuh pemerintahan dengan meminjam gagasan – gagasan dari sektor privat yang dipandang lebih unggul dalam menciptakan pelayanan berbasis konsumen. Kedua adalah paradigma organisasi publik yang disebut New Public Service (NPS) yng mencoba menaha laju ‘penyusupan’ gagasan – gagasan manajerial ke dalam tubuh organisasi publik, yang menurut mereka sering kali dilakukan secara berlebihan.

                         Tiga perspektif Administrasi Publik
No
Elemen
OPA
NPM
NPS
1.
Dasar Epistemologi
Teori politik
Teori ekonomi
Teori demokrasi, baragam pendekatan
2.
Konsep public Interest
Sesuatu yang diterjemahkan secara politis dan tercantum dalam aturan
Kepentingan publik mewakili agregasi kepentingan individu
Kepentingan publik merupakan hasil dialog nilai-nilai
3.
Siapa yang dilayani
Clients & constituents
Pelaganggan
Warga negara
4.
Peran Pemerintah
Mengayuh
Mengarahkan
Melayani
5.
Rasionalitas & Model Perilaku Manusia
Rasionalitas sinoptis, manusia administratif
Rasionalitas teknis dan ekonomis, “economicaman”, pengambil keputusan yang self-interested
Rasionalitas strategis atau formal, uji rasionalitas berganda(politis, ekonomis, dan organisasional)
6.
Akuntabilitas
Menurut hierarki administratif
Kehendak pasar  yang merupakan hasil keinginan customers
Banyak dimensi; akuntabilitas pada nilai, hukum, komunitas, norma politik, profesionalisme, kepentingan citizen
7.
Diskresi Administratif
Diskresi terbatas pada petugas administratif
Berjangkauan luas untuk mencapai sasaran entrepreneurial
Diskresi diperlukan tetapi bertanggung jawab dan bila perlu terpaksa
8.
Struktur Organisasi
Organisasi birokratis, kewenangan top-down
Organisasi publik terdesentralisasi
Struktur kolaboratif  antara kepemimpinan eksternal dan internal
9.
Mekanisme pencapaian sasaran kebijakan
Melalui program yang diarahkan oleh agen pemerintah yang ada
Melalui pembentukan mekanisme dan struktur insentif
Membangun koalisi antara agensi publik, non-profit, dan swasta
10.
Dasar motivasi perangkat dan administrator
Gaji dan tunjangan disertai perlindungan bagi pegawai negeri
Semangat wirausaha, keinginan ideologis untuk mengurangi ukuran pemerintah
Pelayanan kepada masyarakat, keinginan untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat
           
Secara garis besar, inilah pokok – pokok perdebatan para ahli berkenaan dengan perbandingan antara administrasi publik dan administrasi privat. OPA adalah pendekatan yang sangat murni, hanya mengacu pada standar-standar administrasi publik yang secara tradisional telah dikembangkan sejak abad pertengahan. Sementara itu NPM mencoba memasukan standar-standar administarsi privat ke tubuh organisasi publik, dengan harapan akan menghasilkan kinerja yang sama baiknyadengan organisasi bisnis. Pendekatan NPS memberi semacam ‘jalan tengah’ yaitu tidak mengesampingkan ciri-ciri khas organisasi publik sembari berusaha memperbaiki kinerja administrasi publik secara pragmatis.

up