Perbandingan system keuangan pada masa orde baru dan reformasi berdasarkan
aspek pendapatan Negara dan
pembiayaan keuangan dalam system nasional.
Sistem Administrasi Keuangan pada masa orde baru dan reformasi
Perbedaan
Sistem Penganggaran
Orde baru : Menggunakan anggaran berimbang dimana diusahakan agar penerimaan dan pengeluaran seimbang
Reformasi : Menggunakan anggaran berbasis kinerja
Tahun anggaran
Orde baru : dimulai tanggal 1 April – 31 Maret
Reformasi : dimula tanggal 1 Januari – 31 Desember
Persamaan
Siklus Anggaran (tidak berubah)
1.
Penyusunan RAPBN
2.
Pembahasan RUU APBN
3.
Pelaksanaan UU APBN
4.
Pengawasan UU APBN
5.
Pertanggungjawaban Anggaran Negara
Sumber APBN (tidak berubah)
Pendapatan Daerah
•
Pendapatan Asli Daerah (Pajak Daerah, dan Retribusi Daerah)
•
Dana Perimbangan
•
Perusahaan daerah
•
Dinas daerah
•
Pendapatan daerah lainnya
Perbedaan Pengelolaan Keuangan Negara Orde Baru dengan Pasca-Orde Baru
Mekanisme Penyusunan Anggaran
•
Sistem keuangan masa Orde Baru adalah merupakan sistem kuno, warisan dari kolonial yang menggunakan single entry dimana tidak ada suatu standar pencatatan transaksi Pemerintah untuk keperluan anggaran. Didasarkan atas pengeluaran tunai (berbasis kas) selama tahun anggaran, kewajiban konjensi Pemerintah tidak tercermin dalam APBN Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan membuat Laporan pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan melaporkannya dalam bentuk Rancangan Perhitungan Anggaran Negara (RUU PAN) yang paling lambat lima belas bulan setelah berakhirnya pelaksanaan APBN tahun anggaran bersangkutan.
•
Sejak disahkannya UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pengelolaan APBN mengalami perubahan dalam proses penganggaran dari sejak perencanaan hingga ke pelaksanaan anggaran. Perubahan tersebut dilakukan karena dalam proses penganggaran yang selama ini berlaku mempunyai banyak kelemahan.
Transparansi dan akuntabilitas fiskal
•
Perbaikan transparansi dan akuntabilitas fiskal merupakan salah satu kunci bagi keberhasilan perombakan sistem sosial yang dilakukan selama era reformasi. Dalam era Orde baru transparansi dan akuntabilitas pemerintahan terpuruk. tidak adanya informasi tentang aset dan hutang negara, dan pengungkapan laporan keuangan pemerintah yang tidak konsisten dan tidak memadai.
•
Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, pemerintah era reformasi telah melakukan koreksi secara menyeluruh. Salah satu upaya yang dilakukan menyusun paket undang-undang keuangan negara yaitu: Undang-undang (UU) nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU nomor 01 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
a. Berdasarkan aspek pendapatan Negara
Sumber pendapatan Negara diperoleh dari berbagai sumber yaitu :
•
Penerimaan dalam negeri.
•
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
Pajak dalam negeri :
o
Pajak Penghasilan (PPh),
o
Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
o
Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM),
o
Pajak Bumi dan Bangunan(PBB),
o
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) &Cukai,
Pajak perdagangan internasional :
o
bea masuk dan pajak/pungutan ekspor
•
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meliputi
o
Penerimaan dari sumber daya alam,
o
Setoran laba BUMN,
o
Penerimaan bukan pajak lainnya,
•
Hibah adalah semua penerimaan Negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri, sumbangan swasta dan pemerintah luar negeri.
ORDE BARU
•
Sistem Penganggaran pada masa Orde baru diberlakukan atas dasar kebijakan prinsip berimbang, yaitu anggaran penerimaan yang disesuaikan dengan anggaran pengeluaran sehingga terdapat jumlah yang sama antara penerimaan dan pengeluaran.
•
Format Sistem Penganggaran pada masa Orde baru dibedakan dalam penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan terdiri dari penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan serta pengeluaran terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
•
Dalam masa Orde Baru, anggaran rutin dikontrol oleh Departemen Keuangan sedangkan besarnya anggaran pembangunan struktur pembelanjaannya maupun alokasinya adalah dikendalikan oleh Bappenas.
•
Penerimaan pembangunan dalam Sistem Penganggaran Orde Baru terdiri dari dua sumber.
Sumber pertama adalah ‘penerimaan pembangunan’ yang terdiri dari hibah serta hutang luar negeri, terutama dari negara-negara donor yang tergabung dalam IGGI/CGI.
Sumber kedua adalah surplus penerimaan dalam negeri setelah dikurangi dengan anggaran rutin.
•
Dimasa itu, sumber utama penerimaan dalam negeri adalah dari royalti penambangan migas serta eksploitasi hutan maupun sumber daya alam lainnya.
•
Pada waktu itu, hutang luar negeri disebut sebagai penerimaan pembangunan dan berfungsi untuk menutup defisit APBN agar menjadi “seimbang”.
•
Ini artinya pinjaman-pinjaman luar negeri tersebut ditempatkan pada anggaran penerimaan. Padahal seharusnya pinjaman-pinjaman tersebut adalah utang yang harus dikembalikan, dan merupakan beban pengeluaran di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pada dasarnya APBN pada masa itu selalu mengalami defisit anggaran.
Penerapan kebijakan tersebut menimbulkan banyak kritik, karena anggaran defisit negara ditutup dengan pinjaman luar negeri. Padahal, konsep yang benar adalah pengeluaran pemerintah dapat ditutup dengan penerimaan pajak dalam negeri. Sehingga antara penerimaan dan pengeluaran dapat berimbang. Permasalahannya, pada masa Orde baru penerimaan pajak sangat minim sehingga tidak dapat menutup defisit anggaran.
REFORMASI
•
Pada masa krisis ekonomi, ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan.
•
Sistem keuangan pada dasarnya adalah tatanan dalam perekonomian suatu Negara yang memiliki peran terutama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa dibidang keuangan oleh lembaga-lembaga keuangan penunjang lainnya misalnya pasar uang dan pasar modal. Sistem keuangan Indonesia pada prinsipnya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan bukan bank.
•
Lembaga keuangan ini dapat menerima simpanan dari masyarakat, maka juga disebut depository financial institutions yang terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat. Sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari bank yang dalam kegiatan usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan.
b. Pembiayaan keuangan dalam system nasional
Pembiayaan meliputi:
•
Pembiayaan Dalam Negeri, semua pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang meliputi hasil privatisasi, penjualan aset perbankan dalam rangka program restrukturisasi, surat utang negara, dan dukungan infrastruktur,
•
Pembiayaan luar negeri bersih adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan utang/pinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang/pinjaman luar negeri.
•
Pinjaman Luar Negeri
o
Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
o
Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
ORDE BARU
•
Pada hakikatnya, sebagian dari pengeluaran pembangunan dalam masa Orde Baru adalah merupakan supplemen dari pengeluaran rutin. Contohnya adalah biaya perjalanan dan honor pejabat yang langsung terlibat dalam menangani proyek-proyek pembangunan. Perbedaan gaji efektif antar pelaksana dengan non pelaksana proyek menimbulkan kecemburuan diantara pegawai negeri sipil dan anggota ABRI.
•
Prinsip lain yang diterapkan pemerintah Orde Baru adalah prinsip fungsional. Prinsip ini merupakan pengaturan atas fungsi anggaran pembangunan dimana pinjaman luar negeri hanya digunakan untuk membiayai anggaran belanja pembangunan. Karena menurut pemerintah, pembangunan memerlukan dana investasi yang besar dan tidak dapat seluruhnya dibiayai oleh sumber dana dalam negeri.
•
Pada dasarnya kebijakan ini sangat bagus, karena pinjaman yang digunakan akan membuahkan hasil yang nyata. Akan tetapi, dalam APBN tiap tahunnya cantuman angka pinjaman luar negeri selalu meningkat. Hal ini bertentangan dengan keinginan pemerintah untuk selalu meningkatkan penerimaan dalam negeri. Dalam Keterangan Pemerintah tentang RAPBN tahun 1977, Presiden menyatakan bahwa dana-dana pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri harus meningkat. Padahal, ketergantungan yang besar terhadap pinjaman luar negeri akan menimbulkan akibat-akibat. Diantaranya akan menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi.
•
Hal lain yang dapat terjadi adalah pemerataan ekonomi tidak akan terwujud. Sehingga yang terjadi hanya perbedaan penghasilan. Selain itu pinjaman luar negeri yang banyak akan menimbulkan resiko kebocoran, korupsi, dan penyalahgunaan. Dan lebih parahnya lagi ketergantungan tersebut akan menyebabkan negara menjadi malas untuk berusaha meningkatkan penerimaan dalam negeri.
•
Prinsip yang diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru dalam APBN adalah, dinamis yang berarti peningkatan tabungan pemerintah untuk membiayai pembangunan. Dalam hal ini pemerintah akan berupaya untuk mendapatkan kelebihan pendapatan yang telah dikurangi dengan pengeluaran rutin, agar dapat dijadikan tabungan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah dapat memanfaatkan tabungan tersebut untuk berinvestasi dalam pembangunan.
•
Kebijakan pemerintah ini dilakukan dengan dua cara, yaitu derelgulasi perbankan dan reformasi perpajakan. Akan tetapi, kebijakan demikian membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama. Akibatnya, kebijakan untuk mengurangi bantuan luar negeri tidak dapat terjadi karena jumlah pinjaman luar negeri terus meningkat. Padahal disaat yang bersamaan persentase pengeluaran rutin untuk membayar pinjaman luar negeri terus meningkat. Hal ini jelas menggambarkan betapa APBN pada masa pemerintahan Orde Baru sangat bergantung pada pinjaman luar negeri. Sehingga pada akhirnya berakibat tidak dapat terpenuhinya keinginan pemerintah untuk meningkatkan tabungannya.
REFORMASI
•
Pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan yang penting saat ini adalah pembiayaan dalam negeri meliputi penerbitan obligasi, penjualan aset dan privatisasi, Surat Utang Negara dan pembiayaan luar negeri meliputi pinjaman proyek, pembayaran kembali utang, pinjaman program dan penjadwalan kembali utang.
•
SUN digunakan oleh pemerintah antara lain untuk membiayai defisit APBN serta menutup kekurangan kas jangka pendek dalam satu tahun anggaran.
•
Dewasa ini, hutang Pemerintah (dari sumber dalam maupun luar negeri) hanya disebut hutang dan tidak lagi dinamakan sebagai ‘penerimaan pembangunan’.
•
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negeri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.